![]() |
Pembelajaran Tutor Sebaya |
Pada posting kali ini Admin menyajikan topik “Pengertian Tutor Sebaya, Model Tutor Sebaya dan Skenario Pembelajaran Tutor Sebaya” materi terkait tutor sebaya biasa merupakan materi yang cukup menarik para guru, karena tutor sebaya merupakan salah satu alternative yang dapat digunakan dalam pembelajaran remedial atau pengayaan.
A. Pengertian
Tutor Sebaya
Lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor yang memiliki banyak potensi untuk ditingkatkan efektifitasnya
dalam menunjang keberhasilan suatu program pengajaran. Potensi yang ada di
sekolah, yaitu semua sumber-sumber daya yang dapat mempengaruhi hasil dari
proses belajar mengajar. Keberhasilan suatu program pengajaran tidak disebabkan
oleh satu macam sumber daya, tetapi
disebabkan oleh perpaduan antara berbagai sumber-sumber daya saling
mendukung menjadi satu system yang intergral.
(Russefendi, 1991 : 233)
Dalam arti luas sumber belajar tidak harus
selalu guru. Sumber belajar dapat orang lain yang bukan guru, melainkan teman
dari kelas yang lebih tinggi, teman sekelas, atau keluarga di rumah. Sumber belajar bukan guru dan berasal dari orang yang lebih
pandai disebut tutor. Ada dua macam tutor, yaitu tutor sebaya dan tutor kakak.
Tutor sebaya adalah teman sebaya yang lebih pandai, dan tutor kakak adalah
tutor dari kelas yang lebih tinggi. Harsunarko. ( Nana Sudjana, 1991 : 178)
Sehubungan dengan itu ada beberapa pendapat
mengenai tutor sebaya, diantaranya menurut Ischak dan Warji. (Nana Sudjana, 1991
: 180) “Mengemukakan bahwa : tutor sebaya adalah sekelompok siswa yang telah
tuntas terhadap bahan pelajaran, memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami
kesulitan dalam memahami bahan pelajaran yang di pelajarinya”.
Sementara menurut Dedi Supriyadi. (Nana
Sudjana, 1991 : 180) “Tutor sebaya
adalah seorang atau beberapa orang siswa yang ditunjuk dan ditugaskan untuk
membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Tutor tersebut diambil dari
kelompok prestasinya yang lebih tinggi”. Sedangkan menurut Conny Semiawan, dkk.
(Nana Sudjana, 1991 : 181) “Tutor sebaya adalah siswa yang pandai dapat
memberikan bantuan belajar kepada siswa yang kurang pandai. Bantuan tersebut
kepada teman-teman sekelasnya di luar sekolah”.
Siswa adalah unsur pokok dalam kegiatan
belajar mengajar maka siswalah yang harus menerima dan mencapai berbagai
informasi pengajaran yang pada akhirnya dapat mengubah tingkah lakunya sesuai
dengan yang diharapkan. Untuk itu, maka siswa harus dijadikan sebagai sumber
pertimbangan di dalam pemilihan sumber pengajaran. Sudirman. (Russefendi , 1991
: 233). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tutor sebaya
menurut Muntasir, dkk. (Nana Sudjana, 1991 : 182 ).
Tutor sebaya adalah sumber belajar selain
guru, yaitu teman sebaya yang pandai
memberikan bantuan belajar kepada teman-teman sekelasnya di sekolah. Bantuan
belajar oleh teman sebaya dapat menghilangkan kecanggungan. Bahasa teman lebih
mudah dipahami. Dengan teman sebaya tidak ada rasa enggan, rendah diri, malu
dalam bertanya atau meminta bantuan.
Dalam pembelajaran dengan penggunaan model
tutor sebaya, tutor idealnya adalah siswa yang memiliki kemampuan lebih
dibandingkan dengan teman-teman yang dibimbingnya, sehingga pada saat ia
memberikan pengayaan atau membimbing teman-temannya sudah menguasai materi yang
akan disampaikan pada mereka.
Adapun kriteria siswa yang dapat dijadikan
tutor sebaya menurut Nana Sudjana (1991 :14 –15 ) Kriteria tersebut antara lain:
·
Siswa
menguasai bahan pengajaran yang telah dipelajarinya.
·
Siswa
menguasai teknik dan cara mempelajari bahan pengajaran.
·
Waktu
yang diperlukan untuk menguasai bahan pengajaran relative lebih singkat.
·
Teknik
dan cara belajar yang dikuasainya dapat
digunakan untuk mempelajari bahan pengajaran lain yang serupa.
·
Siswa
dapat mempelajari bahan pengajaran lain
secara mandiri.
·
Timbulnya
motivasi dari dalam dirinya untuk belajar lebih lanjut.
·
Tumbuhnya
kebiasaan siswa untuk selalu mempersiapkan diri dalam menghadapi kegiatan
belajar mengajar di sekolah.
·
Siswa
terampil dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
·
Tumbuhnya
kebiasaan dan keterampilan membina kerjasama dan hubungan social dengan orang
lain.
·
Kesediaan
siswa untuk menerima pandangan orang lain dan memberikan pendapat atau komentar
terhadap gagasan orang lain.
Model
Tutor Sebaya
Menurut Branley. (Nana Sudjana, 1991 : 187)
ada tiga model dasar dalam
menyelenggarakan proses pembelajaran
dengan tutor, yaitu:
1. Tutor to Student (tutor ke siswa)
2. Group to tutor (grup ke tutor)
3. Student to Student (siswa ke siswa)
Adapun penyebaran model operasional kelompok
di gambarkan sebagai berikut :
Dalam model operasional 1, tutor melakukan
bimbingan terhadap masing-masing siswa secara individual, begitu pula siswa
secara individual berinteraksi dengan tutornya. Sementara dalam model
operasional 2, tutor tidak membimbing siswa secara individual, tetapi
membimbing siswa-siswa sebagai anggota kelompok. Adapun dalam model operasional
3, siswa-siswa sebagai anggota kelompok saling bekerja sama, berdiskusi dan
saling bertanya dibimbing oleh tutor.
Skenario
Pembelajaran Tutor Sebaya
1) Fase Persiapan
Dalam pelaksanaan penggunaan model tutor
sebaya, pengelompokan siswa, kerja kelompok dan kegiatan diskusi mengacu pada
metode kerja kelompok dan diskusi. Winarno Surachmad (1990 : 49 ) mngungkapkan
bahwa kerja kelompok adalah metode mengajar untuk membawa siswa-siswa sebagai
kelompok dan secara bersama-sama berusaha untuk memecahkan suatu masalah atau
melakukan tugas. Pada dasarnya kerja kelompok diadakan dengan tujuan agar semua
siswa memikirkan sesuatu atau mengeluarkan pendapat masing-masing. Ini tidak
mungkin dilakukan dalam situasi kelas secara keseluruhan atau klasikal akan
tetapi harus dilakukan dalam kelompok kecil.
Dalam metode kerja kelompok kecil ini, guru
harus melakukan persiapan-persiapan tertentu, persiapan tersebut menurut
Winarno Surachmad (1990 : 50) adalah sebagai berikut : “Pertama, guru harus
menentukan masalah-masalah yang akan dikerjakan atau didiskusikan oleh siswa.
masalah-masalah ini harus jelas dan dapat dipahami oleh siswa. Kedua, guru
harus memilih saat yang tepat untuk pelaksanaan kerja kelompok, sehingga
program dapat dilaksanakan dengan baik. Ketiga, guru harus menentukan
peserta-peserta untuk tiap kelompok dengan cara yang tepat, sehingga para
peserta dalam kelompok akan lebih aktif.
Keempat, penentuan alokasi waktu untuk pelaksanaan pembelajaran dengan cara
yang efesien efektif. Persiapan selanjutnya adalah menentukan organisasi
kelompok, dalam hal ini adalah grup tutor sebaya. Persiapan terakhir adalah
menyiapkan format laporan observasi kelompok.”
2) Pola Pembentukan dan Prinsip Kerja
Kelompok
Adapun beberapa cara yang dapat digunakan
untuk membentuk sebuah kelompok kecil, yaitu:
a)
Pembentukan
kelompok berdasarkan tempat duduk.
b)
Pembentukan
kelompok bedasarkan nama-nama menurut
abjad.
c)
Pembentukan
kelompok menurut hasil sosiometri yang dapat dilihat dari hubungan fsikologis
antara siswa, seperti pengelompokan atas dasar keakraban teman.
d)
Pembentukan
kelompok atas dasar minat dan bakat siswa.
e)
Pembentukan
kelompok atas dasar pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa.
f)
Pengelompokan
menurut bilangan atau urutan.
g)
Pembentukan
kelompok berdasarkan kartu nomor dengan cara dikocok atau diundi.
Winarno Surachmad (1990 : 51) menyatakan
bahwa pengelompokan siswa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a)
Berdasarkan pada
fasilitas yang ada, artinya jika fasilitas tidak sebanding dengan yang
diperlukan, maka kelompok dibagi menurut adanya fasilitas.

b)
Berdasarkan
perbedaan individual dalam minat belajar dan kemampuan belajar, siswa
dikelompokan bedasarkan kecakapannya.
c)
Berdasarkan
pembagian pekerjaan.
d)
Berdasarkan
tujuan untuk mendorong setiap siswa belajar berpartisifasi penuh dalam belajar.
Untuk memperoleh hasil yang optimal, dalam
kerja kelompok ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan sehingga suatu kerja
kelompok dapat dipandang sebagai kerja kelompok yang baik. Merujuk pada konsep
yang dikemukakan oleh Winarno Surachmad (1990 : 52) prinsip-prinsip kerja kelompok yang baik
adalah sebagai berikut:
a)
Kerja
kelompok yang baik harus didasarkan pada masalah, tujuan dan rencana menurut
pandangan siswa.
b)
Kerja
kelompok yang baik, setiap siswa merasakan sebagai peserta yang penting dan
mampu memberikan sumbangan pikiran atau ide berkenaan dengan pokok bahasan yang
dihadapi.
c)
Kerja
kelompok yang baik adalah semua tanggungjawab harus dibagi kepada setiap siswa
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
d)
Dalam
kelompok yang baik, guru mengajar siswa tentang cara berdiskusi, kerjasama yang
baik, mengeluarkan pikiran, menilai dan saling menghargai buah pkiran orang
lain, mencegah terjadinya ketegangan, sehingga siswa tahu sikap sebagai
pemimpin dan sikap yang layaknya dimilki oleh orang yang dipimpin.
e)
Dalam
kelompok yang baik, dipelihara suasana yang demokratis termasuk pengambilan
keputusan.
f)
Dalam
kelompok yang baik, pemimpin kelompok/tutor mampu menciptakan suasana
keterbukaan, tidak mendominasi pembicaraan dan memaksakan kehendak.
g)
Kelompok
yang baik harus membawa perubahan prilaku yang kontruktif pada diri siswa.
Dalam hal ini siswa belajar kerjasama dalam menyelesaikan tugas dan
menumbuhkembangkan rasa social, rasa solidaritas dan saling menghargai.
3) Peran Tutor dalam Diskusi / Kerja
Kelompok
Dalam kerja kelompok yang baik, peran
diskusi sangat penting. Menurut Winarno Surachmad (1990 : 49) Diskusi merupakan
aktifitas dari kelompok siswa, berbicara saling tukar informasi maupun pendapat
tentang sesuatu masalah dalam rangka mencari jawaban atau penyelesaian problem.
Diskusi itu sendiri menurut Winarno Surachmad (1990 : 49) dibagi menjadi
empat bagian ; 1) diskusi kelas, 2) diskusi kelompok kecil, 3) diskusi
terpimpin, 4) diskusi tidak terpimpin. Adapun yang dimaksud diskusi adalah
diskusi yang dilaksanakan dalam kelompok kecil, yaitu kelompok tutor sebaya.
Peranan tutor dalam Diskusi / Kerja Kelompok
menurut Djauzak Ahmad (Nana Sudjana, 1991 : 183) sebagai berikut:
a)
Sebagai
Pengatur Lalu Lintas, dalam hal ini peranan tutor atau pemimpin diskusi adalah Menjaga
agar siswa-siswa bebicara menurut giliran, menjaga agar diskusi tidak
didominasi oleh siswa tertentu, memberikan kesempatan kepada siswa-siswa yang
pemalu untuk mengemukakan pendapatnya.
b)
Sebagai
dinding penangkis, peranan tutor atau pemimpin diskusi adalah menerima
pertanyaan-pertanyaan dari anggota, kemudian melemparkannya kembali kepada
anggota. Diupayakan supaya terjadi tanya jawab atau dialog antar siswa dalam
kelompok dan antara siswa dengan tutor, sehingga seluruh anggota berpartisipasi
aktif.
c)
Sebagai
Penunjuk Jalan. Dalam hal ini peranan tutor adalah memberi pengarahan kepada
anggota kelompok tentang masalah yang akan didiskusikan, sehingga tidak timbul
masalah-masalah yang menyimpang.
Situasi pembelajaran di dalam kelas atau
kelompok kecil diharapkan terciptanya suasana belajar yang tenang, aman dan
nyaman. Untuk itu tempat belajar siswa
atau ruangan belajar perlu diatur sebaik-baiknya. Pada diskusi kelompok kecil,
ruangan belajar diatur sehingga siswa yang berdiskusi atau bertanya jawab dapat
duduk berkelompok dan guru bergerak dengan leluasa. Dalam pelaksanaan model
kelompok ini, tempat duduk pun diatur bervariasi sedemikian rupa.
Menurut Noehi Nasution (Nana Sudjana, 1991 :
205), pengaturan tempat duduk digambarkan sebagai berikut:
Contoh Pengaturan Tempat Duduk dalam Pembelajaran Tutor Sebaya
|
Di dalamnya kelompoknya masing-masing, para
siswa dengan tutor melakukan dialog dan tanya jawab tentang materi yang
diberikan, sementara guru memantau dengan perhatian penuh terhadap jalannya
diskusi kelompok sehingga kekurangan dan kelebihan yang terjadi pada saat
diskusi berlangsung bisa diamati oleh guru.
Referensi
Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan dalam Upaya
Peningkatan Profesionalisme Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia.
Russefendi, (1991). Pengantar Kepada Guru
dalam Mengembangkan Kompetensinya dalam pelajaran Matematika. Bandung : Tarsib
Sudjana, Nana. (1991). Model-model Mengajar
CBSA. Bandung : Penerbit Sinar Baru
Surakhmad, Winarno. 1990. Pengantar
Penelitian Ilmiah Edisi Ketujuh. Bandung: Tarsito
No comments