ANALISIS CERPEN : SENYUM KARYAMIN KARYA AHMAD TOHARI |
Cerpen adalah cerita pendek, jenis karya sastra yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang manusia beserta seluk beluknya lewat tulisan pendek. Atau definisi cerpen yang lainnya yaitu merupakan karangan fiktif yang isinya sebagian kehidupan seseorang atau juga kehidupan yang diceritakan secara ringkas yang berfokus pada suatu tokoh saja.
Adapaun Unsur intrinsik
cerpen
A. Tema
Gagasan pokok yang mendasari
dari sebuah cerita. Tema-tema pada umumnya yang terdapat dalam sebuah cerita
biasanya dapat langsung terlihat jelas di dalam cerita (tersurat) dan tidak
langsung, dimana si pembaca harus bisa menyimpulkan sendiri (tersirat).
B. Alur (Plot)
Jalan dari cerita sebuah
karya sastra. Secara garis besarnya urutan tahapan alur dalam sebuah cerita
antara antara lain: perkenalan > mucul konflik atau permasalahan >
peningkatan konflik – puncak konflik atau klimaks > penurunan konflik >
penyelesaian.
C. Setting atau latar
Kalau setting sangat
berkaitan dengan tempat, waktu, dan suasana dalam sebuah cerita tersebut.
D. Tokoh Atau Pelaku
Yaitu pelaku pada sebuah
cerita. Setiap tokoh biasanya mempunyai watak , sikap, sifat dan juga kondisi
fisik yang disebut dengan perwatakan atau karakter. Dalam cerita terdapat tokoh
protagonis (tokoh utama dalam sebuah cerita), antagonis (lawan dari tokoh utama
atau protagonis) dan tokoh figuran (tokoh pendukung untuk cerita).
E. Penokohan (perwatakan)
Pemberian sifat pada tokoh
atau pelaku cerita. Sifat yang telah diberikan akan tercermin pada pikiran,
ucapan, serta pandangan tokoh terhadap sesuatu. Metode penokohan ada 2 (dua)
macam diantaranya:
Metode analitik adalah
metode penokohan yang memaparkan ataupun menyebutkan sifat tokoh secara
langsung, misalnya seperti: penakut, sombong, pemalu, pemarah, keras kepala,
dll.
Metode dramatik adalah suatu
metode penokohan secara tidak langsung memaparkan atau menggambarkan sifat
tokoh melalui: Penggambaran fisik (Misalnya berpakaian, postur tubuh, bentuk
rambut, warna kulit, dll), penggambaran melalui percakapan yang dilakukan oleh
tokoh lain, Teknik reaksi tokoh lain (berupa pandangan, pendapat, sikap, dsb).
F. Sudut Pandang (Point of
View)
Adalah visi pengarang dalam
memandang suatu peristiwa di dalam cerita. Ada beberapa macam sudut pandang,
diantaranya yaitu sudut pandang orang pertama (gaya bahasa dengan sudut pandang
“aku”), sudut pandang peninjau (orang ke-3), dan sudut pandang campuran.
Sudut pandang sama juga dengan kata ganti orang. Secara umum, sudut pandang
atau kata ganti orang dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Kata ganti orang pertama
(orang yang berbicara):
Tunggal, yaitu ditandai oleh
kata “aku , saya” dll.
Jamak, yaitu ditandai oleh
“kata kami dan kita”.
2. Kata ganti orang kedua
(orang yang dibicarakan)
Tunggal, yaitu ditandai oleh
kata “kamu, engkau, saudara, ada, bapak,” dll.
Jamak, yaitu ditandai oleh
kata “kalian”.
3. Kata ganti orang ketiga
(orang yang dibicarakan)
Tunggal, yaitu ditandai oleh
kata “Ia, dia, beliau,” dll.
Jamak, taitu ditandai oleh
kata “mereka”.
G. Amanat atau pesan
Yaitu amanat yang ingin
disampaikan oleh pengarang melalui karyanya kepada pembaca atau pendengar.
Pesan bisa berupa harapan, nasehat, dan sebagainya.
Berikut
ini contoh Cerita Pendek Atau Cerpen
SENYUM KARYAMIN
karya Ahmad Tohari
Si paruh udang kembali melintas cepat dengan suara
mencecet. Karyamin tak lagi membencinya karena sadar, burung yang demikian
sibuk pasti sedang mencari makan buat anak-anaknya dalam sarang entah di mana.
Karyamin membayangkan anak-anak si paruh udang sedang meringkuk lemah dalam
sarang yang dibangun dalam tanah di sebuah tebing yang terlindung. Angin
kembali bertiup. Daun-daun jati beterbangan dan beberapa di antaranya jatuh ke
permukaan sungai. Daun-daun itu selalu saja bergerak menentang arus karena
dorongan angin.
"Jadi, kamu
sungguh tak mau makan, Min?" tanya Saidah ketika melihat Karyamin bangkit.
"Tidak.
Kalau kamu tak tahan melihat aku lapar, aku pun tak tega melihat lenganmu habis
karena utang-utangku dan kawan-kawan."
"Iya Min,
iya, tetapi . . . . "
Saidah memutus
kata-katanya sendiri karena Karyamin sudah berjalan menjauh.
Tetapi Saidah
masih sempat melihat
Karyamin menolehkan kepalanya
sambil tersenyum, sambil menelan ludah berulang-ulang. Ada yang
mengganjal di tenggorokan yang tak berhasil didorongnya ke dalam.
Diperhatikannya Karyamin yang berjalan melalui lorong liar sepanjang tepi
sungai. Kawan-kawan Karyamin menyeru-nyeru dengan segala macam seloroh cabul.
Tetapi Karyamin hanya sekali berhenti dan menoleh sambil melempar senyum.
Sebelum naik
meninggalkan pelataran sungai, mata Karyamin menangkap sesuatu yang bergerak
pada sebuah ranting yang menggantung di atas air. Oh, si paruh udang. Punggung
biru mengkilap, dadanya putih bersih, dan paruhnya merah saga. Tiba - tiba
burung itu menukik
menyambar ikan kepala
timah sehingga air berkecipak. Dengan mangsa diparuhnya,
burung itu melesat melintas para pencari
batu, naik menghindari rumpun gelangan dan lenyap di balik gerumbul pandan. Ada
rasa iri di hati Karyamin terhadap si paruh udang. Tetapi dia hanya bisa
tersenyum sambil melihat dua keranjangnya yang kosong.
Sesungguhnya
Karyamin tidak tahu betul mengapa dia harus pulang. Di rumahnya tak ada sesuatu
buat mengusir suara keruyuk dari lambungnya. Istrinya juga tak perlu
dikhawatirkan. Oh ya, Karyamin ingat bahwa istrinya memang layak dijadikan
alasan buat pulang. Semalaman tadi istrinya tak bisa tidur lantaran bisul di
puncak pantatnya. "Oleh karena itu, apa salahnya bila aku pulang buat
menemani istriku yang meriang."
Karyamin mencoba
berjalan lebih cepat meskipun kadang secara tiba-tiba banyak kunang-kunang
menyerbu ke dalam rongga matanya. Setelah melintasi titian Karyamin melihat
sebutir buah jambu yang masak. Dia ingin memungutnya, tetapi urung karena pada
buah itu terlihat bekas gigitan kampret.
Dilihatnya juga
buah salak berceceran di tanah di sekitar pohonnya. Karyamin memungut sebuah,
digigit, lalu dilemparkannya jauh-jauh. Lidahnya seakan terkena air tuba oleh
rasa buah salak yang masih mentah. Dan Karyamin terus berjalan. Telinganya
mendenging ketika Karyamin harus menempuh sebuah tanjakan. Tetapi tak mengapa,
karena dibalik tanjakan itulah rumahnya.
Sebelum habis
mendaki tanjakan, Karyamin mendadak berhenti. Dia melihat dua buah sepeda
jengki diparkir di halaman rumahnya. Denging dalam telinganya terdengar semakin
nyaring. Kunang-kunang di matanya pun semakin banyak. Maka Karyamin
sungguh-sungguh berhenti, dan termangu. Dibayangkannya isterinya yang sedang
sakit harus menghadapi dua penagih bank harian. Padahal Karyamin tahu, istrinya
tidak mampu membayar kewajibannya hari ini, hari esok, hari lusa, dan entah
hingga kapan, seperti entah kapan datangnya tengkulak yang telah setengah bulan
membawa batunya.
Masih dengan
seribu kunang-kunang di matanya, Karyamin mulai berpikir apa perlunya dia
pulang. Dia merasa pasti tak bisa menolong keadaan, atau setidaknya menolong
istrinya yang sedang menghadapi dua penagih bank harian. Maka pelan-pelan
Karyamin membalikkan badan, siap kembali turun. Namun di bawah sana Karyamin
melihat seorang lelaki dengan baju batik motif tertentu dan berlengan panjang.
Kopiahnya yang mulai botak kemerahan meyakinkan Karyamin bahwa lelaki itu
adalah Pak Pamong.
“Nah, akhirnya
kamu ketemu juga, Min. Kucari kau di rumah, tak ada. Di pangkalan batu, tak
ada. Kamu mau menghindar, ya?”
“Menghindar?”
“Ya. Kamu
memang mbeling , Min. Di gerumbul ini
hanya kamu yang belum berpartisipasi. Hanya kamu yang belum setor uang dana
Afrika, dana untuk menolong orang-orang yang kelaparan di sana. Nah, sekarang
hari terakhir. Aku tak mau lebih lama kaupersulit.”
Karyamin
mendengar suara napas sendiri. Samar-samar, Karyamin juga mendengar detak
jantung sendiri. Tetapi Karyamin tidak melihat bibir sendiri yang mulai
menyungging senyum. Senyum yang sangat baik untuk mewakili kesadaran yang
mendalam akan diri sendiri serta situasi yang harus dihadapinya. Sayangnya, Pak
Pamong malah menjadi marah oleh senyum Karyamin.
“Kamu menghina
aku, Min?”
”Tidak, Pak.
Sungguh tidak.”
Kalau tidak,
mengapa kamu tersenyum-senyum? Hayo cepat, mana uang iuranmu?”
Kali ini Karyamin
tidak hanya tersenyum, melainkan tertawa keras-keras. Demikian keras sehingga
mengundang seribu lebah masuk ke telinganya, seribu kunang masuk ke matanya.
Lambungnya yang kempong berguncang-guncang dan merapuhkan keseimbangan seluruh
tubuhnya. Ketika melihat tubuh Karyamin jatuh terguling ke lembah Pak Pamong
berusaha menahannya. Sayang, gagal.
Sumber: Kumpulan Cerpen Senyum Karyamin , 1989
TUGAS
Tuliskan 1.Tema
Cerpen di atas?
2. Latar Cerpen tersebut
3. Nama-nama tokoh dalam Cerpen tersebut
4. Watak dari tokoh-tokoh dalam Cerpen tersebut
5. Analisis cara yang digunakan Pengarang untuk
menggambarkan tokoh tersebut
EmoticonEmoticon