HINDARI MASAK MIE DENGAN PLASTIKNYA |
Sebenarnya, mencampur bungkus plastik dengan mi instan ketika memasak bertujuan
praktis. Tidak banyak membuang waktu. Misalnya, ada empat orang yang ingin
membeli mi instan. Ada yang memesan mi goreng, ada pula yang memesan mi rebus.
Nah, penjual akan lebih mudah menggunakan cara itu. Cara penyajian pun cepat.
Jawa Pos melihat langsung pembuatan mi seperti itu di kawasan Karang
Menjangan, Surabaya. Awalnya, penjual mi mengeluarkan bumbu dari dalam bungkus.
Bumbu tersebut lalu dibubuhkan ke atas piring. Saat air mulai mendidih, bungkus
mi yang sudah terbuka bagian atasnya tidak dicopot. Saat ditiriskan, masih
terlihat bungkus plastik warna putih yang menempel. Setelah menyaring airnya,
mi beserta pembungkusnya itu dihidangkan di atas piring.
Sebelum mengaduk rata, sang penjual memungut plastik yang sudah mengerut itu.
Setengah kepanasan, tangannya mengambil bungkus tersebut, lalu memasukkannya ke
tempat sampah. Baru kemudian, mi diaduk kembali.
Sony, salah seorang mahasiswa perguruan tinggi negeri di kawasan Surabaya
Timur, mengaku kerap menemui penjual model begitu. Warungnya memang selalu
ramai didatangi pembeli. ''Makanan utama yang dijual ya memang mi instan itu,''
ucap mahasiswa tingkat akhir tersebut.
Umumnya, pembeli sudah tahu dengan teknik memasak bercampur bungkus mi itu.
Namun, rata-rata cuek. Mereka menganggap tidak masalah. ''Toh, rasanya tidak
berubah. Biar adil saja pas dibagi, biar nggak nyampur sama mi
pembeli lain,'' ucap dia.
Di warung itu, ada pula pembeli yang meminta bungkus mi tidak ikut dimasak.
Biasanya, mereka rela menunggu sampai penjual tersebut meladeni pembeli lain.
Penjual pun tidak pernah tersinggung semisal ada pembeli yang meminta bungkus
mi tidak dicampur. Toh, pembeli juga tidak pernah protes.
Di sekitar kampusnya, Sony pernah menjumpai dua warung yang penjualnya pernah
mencampur bungkus mi instan ke dalam panci. Selama ini, dia tidak pernah
mendengar kabar aneh-aneh. ''Sayanggak pernah tahu ada anak yang sakit
gara-gara makan mi campur bungkus,'' katanya.
Tanpa disadari, memasak bahan makanan dengan bahan plastik berpotensi
menimbulkan masalah. Namun, dampaknya memang tidak bisa langsung dirasakan.
Orang tidak langsung meninggal seketika. Sebab, kandungan berbahaya pada
plastik mampu bertahan lama dalam tubuh.
Setelah beberapa waktu, sakitnya baru terasa. Penyakit yang datang begitu
disadari termasuk berbahaya. Semakin lama, sel-sel tubuh berubah mengganas.
Lalu, timbul kanker. ''Plastik mi meskipun tipis tidak akan bagus untuk
tubuh,'' ujar ahli gizi Andriyanto
-Hati-hati mengonsumsi gorengan. Apalagi itu adalah
gorengan yang diolah dengan campuran plastic. Gorengan yang dimasak bersama
plastik biasanya terasa lebih renyah. Jangan heran apabila penyuka gorengan pun
seperti ''ketagihan''. Namun, jangan lupa ada dampak negatif jika ada
mengonsumsinya.
Dokter spesialis penyakit dalam Prof dr Hans Tandra SpPD menyatakan, plastik
yang terkena panas akan leleh. Saat makanan digoreng, lelehan itu akan menempel
di gorengan. Jika gorengan tersebut dikonsumsi, gangguan awal yang akan terjadi
adalah iritasi di pencernaan.
''Lambung dan ususnya mengalami radang,'' ujarnya.
Apabila peradangan itu tidak segera dituntaskan, bisa memicu kanker di organ
pencernaan. Antara lain, kanker usus dan lambung. Kanker tersebut muncul karena
makanan yang dikonsumsi mengandung bahan kimia plastik. Zat berbahaya itu
masuk, kemudian sulit dicerna oleh organ pencernaan. Akibatnya, zat tersebut
malah menumpuk dan memicu tumbunya sel-sel jahat di lambung atau usus.
Selain itu, setiap metabolisme makanan akan melewati hati. Adanya bahan kimia
yang masuk dalam tubuh karena gorengan plastik dapat memicu kerusakan liver.
Padahal, hati merupakan tempat detoks atau proses pengeluaran racun. Jika hati
sudah bermasalah, fungsinya sebagai penangkal toksin pun terganggu.
Menurut Hans, masalah lain yang timbul karena mengonsumsi gorengan berplastik
adalah gangguan ginjal. Dalam jangka panjang, hal tersebut bisa mengakibatkan
gagal ginjal. Penyandang gagal ginjal harus melakukan cuci darah seumur hidup.
''Kriuk-kriuk gorengan karena plastik itu memang bikin
ketagihan, tapi bahaya. Perlu penguasaan diri agar tidak tergoda,'' ucap dokter
National Hospital tersebut,
Hans mengungkapkan, sebenarnya tidak masalah mengonsumsi makanan yang digoreng.
Tetapi, yang mengonsumsi sebaiknya seleksi dalam memilih gorengan yang tidak
mengandung plastik. Selain itu, jumlahnya dibatasi. Sebab, setiap olahan
gorengan pada dasarnya sudah kurang baik. Minyak yang dipanaskan semula baik
menjadi minyak jenuh atau minyak trans. Hal tersebut memicu penyumbatan
pembuluh darah. Akibatnya, bisa terjadi penyakit jantung koroner atau stroke.
Menurut dia, minyak yang sekali pakai pun jika dipanaskan bakal menjadi minyak
trans. Selanjutnya, ada yang menyatakan minyak selain sawit tidak masalah.
Misalnya, minyak bunga matahari,olive oil, dan dari bahan jagung. ''Sama-sama
kalau panas terjadi hidriogenasi, berubah menjadi minyak jahat,'' ungkapnya.
Supaya konsumsi gorengan tidak terlalu berdampak, Hans menyarankan untuk
mengurangi jumlahnya dan mengimbangi dengan makan sayur dan buah. Termasuk
olahraga teratur.
Kalau yang dikonsumsi gorengan seperti ayam atau yang lain, kulitnya yang kriuk
bisa disingkirkan. Daging dalamnya bisa dimakan. Sebab, bagian luar yang krispi
itu paling terpapar dengan bahaya proses penggorengan.
EmoticonEmoticon